Minggu, 11 Mei 2014

PENAMBATAN TONGKANG BATUBARA DI PULAU KEMBANG-KALIMANTAN SELATAN


BAB I
PENDAHULUAN


Pulau Kembang atau sering juga disebut juga Pulau Monyet ini menjadi salah satu objek wisata pilihan para wisatawan yang bertandang ke Banjarmasin. Seperti namanya, di Pulau Kembang ini berkeliaran ribuan monyet – monyet liar yang bergelayutan riang di rimbunnya pohon bakau.
Pulau Kembang yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Barito Kuala ini memang dijadikan Balai Konservasi oleh Dinas Kehutanan setempat. Sehingga monyet – monyet serta pepohonan di pulau ini dipelihara dan dilindungi oleh Dinas Kehutanan.
Akan tetapi, Pulau Kembang punya serentetan masalah akan penambatan kapal tongkang milik batubara, jika soal tambat kapal tersebut berlangsung maka, ekosistem disekitar Pulau Kembang akan terganggu.
Padahal kawasan itu merupakan lokasi yang tidak boleh digunakan labuh jangkar. Kapal batubara sempat terhenti karena adanya larangan dan patroli pada sekitar kawasan pulau dan pelanggaran tongkang parkir. Namun, setelah kondisi ‘ tenang ‘ sejak akhir 2013 aksi tambat tongkang di Pulau Kembang kembali marak.
Peraturan daerah yang mengatur soal tambat tongkang di kawasan Pulau Kembang memang belum ada atau belum keluar.








BAB  II
TINJAUAN  PUSTAKA


Keberadaan tongkang batubara yang tambat di kawasan pulau kambang, memang harus ‘dibersihkan’. Mengenai adanya penjanjian dengan BKSDA kalsel, ya seharusnya perjanjian itu dicabut. tidak boleh ada  toleransi, sekalipun sudah ada perjanjian sejak 1980. tidak ada jaminan, terjaganya kelestarian alam bila tongkang boleh tambat di sekitar pulau kambang. Posisi pulau itu sangat strategis sebagai  penyeimbang ekosistem sungai barito. Ancaman musibah seperti banjir akibat luapan sungai bisa saja ‘menyerbu’ Banjarmasin atau batola, jika ekosistem sungai barito tidak lestari. pulau kambang itu hutan di delta sungai barito. jadi kawasan ini jangan sampai dirusak atau beralih fungsi.

Berdasar pantauan yang dilakukan BPost, akhir pekan kemarin, dari Desa Tinggiran Luar, terdapat tiga tongkang yang tambat. Pemandangan serupa terlihat dari Desa Alalak. Bahkan jumlah tongkang yang terlihat tambat, lebih dari tiga unit.

Tahun lalu, BPost pernah juga mewartakan banyaknya tongkang yang tambat di pulau tersebut. Saat itu, masyarakat, akademisi dan aktivis lingkungan langsung bereaksi keras. Namun, beberapa instansi terkait berusaha ‘lepas tangan’ meski akhirnya muncul imbauan pelarangan tongkang parkir di dekat pulau. Sejak itu pula penambatan terhenti. Namun, setelah kondisi ‘tenang’, sejak akhir 2013 aksi tambat tongkang di Pulau Kambang kembali marak.



BAB  III
TOPIK  MATERI


a.      Rencana Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi ( Dishubkominko ) Kalsel melakukan operasi penertiban terhadap tongkang yang tambat di sekitar areal pulau kembang, Batola, Kalsel.
b.      Belum ada Peraturan Daerah ( Perda ) yang mengatur soal tambatnya tongkang di kawasan Pulau Kembang.
c.      Kapal – kapal tongkang batubara tetap ‘ parkir ‘ di sekitar pulau kembang meskipun adanya patroli atau laranga, karena adanya koordinasi mengenai pembayaran ‘ parkir ‘ tongkang yang dikelola oleh penduduk sekitar Pulau Kembang.
d.      Perjanjian BKSDA Kalsel dengan sejumlah pemilik kapal tongkang batubara yang di perbolehkan tambat di Pulau Kembang meskipun itu akan menggangu ekosistem kelestarian alam.
e.      Wakil Bupati Barito Kuala ( Batola ) mengusir tongkang batubara di Pulau Kembang agar kawasan tersebut steril dari tambatan.












BAB  IV
DATA  TOPIK  MATERI


a.      Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi mengaku harus berfikir dua kali untuk menertibkan tongkang-tongkang tersebut. Sebaliknya, memilih instansi terkait, seperti Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan ( KSOP ) Trisakti Banjarmasin, Ditpolair Polda Kalsel, Pelindo III Banjarmasin, Lanal Banjarmasin, serta BKSDA Kalsel. Rapat akan digelar di kantor Dishubkominfo Kalsel,  Banjarmasin. Pada hari Selasa, 11 Februari 2014.  Kerena, semua rencana itu harus di koordinasikan dulu untuk merencanakan operasi patroli.

b.      Selama ini Pemerintahan Kabupaten Barito Kuala sama sekali tidak memperoleh pemasukan meski kapal – kapal tongkang batubara bertambat dikawasan Pulau Kembang. Padahal, wilayah tersebut termasuk dalam teritorial Barito Kuala. Mengapa bisa begitu ?? karena, memang belum ada Peraturan Daerah ( Perda ) yang mengatur soal tambat tongkang di kawasan Pulau Kembang, hanya saja peraturan adanya pada sepanjang sungai Barito tapi tidak di Pulau Kembang.

c.      Setelah “ menghilang “ tongkang – tongkang pengangkut batubara kembali tambat disekeliling Pulau Kembang, Barito Kuala ( Batola ). Padahal kawasan itu merupakan lokasi yang tidak boleh digunakan untuk labuh jangkar. Menurut sejumlah warga, lokasi tambat memang berada dikawasan beberapa desa. Bahkan, antar pengelola di masing – masing desa sudah saling berkoordinasi mengenai pembagian wilayah ‘ parkir ‘ tongkang, pengelolanya terbagi ke dalam kelompok. Tongkang yang ditambatkan di pulau kembang dikenakan biaya sekitar Rp.200.000,- ribu sehari. Tetapi dilaporkan pada perusahaannya sebesar Rp.300.000,- ribu. Untuk satu tongkang di jaga oleh 3 orang, mereka juga terus memantau agar tali pengikat tongkang tidak putus. Aparat desa juga khawatir jika tali kapal tersebut putus lalu menghantam perumahan warga di Desa Alalak. Pemerintah Daerah juga tidak bisa melarang karena, warga desa mendapat penghasilan dari penjagaan tongkang. Hanya saja sisi negatifnya adalah terjadinya musibah yang tidak ada yang bertanggung jawab. Lalu lintas perairan juga terganggu dengan aksesnya keluar masuk tongkang yang tambat, akhirnya menjadi tak lancar. Padahal menurut Kadishubkominfo Kalsel Pulau Kembang adalah zona bebas tambat karena bisa menggaggu arus pelayaran. Tongkang yang tambat tersebut ternyata mendapat restu dari BKSDA ( Balai Konservasi Sumber Daya Alam ) Kalsel. Memang sejak tahun 1980-an sudah ada perjanjian dengan lembaganya, bahwa tongkang boleh tambat di sekitar Pulau Kembang asalkan menjaga kelestarian alamnya. Ternyata para orang – orang batubara memanfaatkan sekitar kawasan itu dan dengan BKSDA sudah melakukan perjanjian. Tetapi Dishubkominfo tidak mengizinkan tambat tersebut dan BKSDA bersifat hanya memberikan izin dan yang berwenang adalah Dishubkominfo.


d.      Keberadaan tongkang batubara yang tambat di kawasan Pulau Kembang, memang harus ‘ dibersihkan ‘. Mengenai adanya perjanjian dengan BKSDA Kalsel, ya seharusnya perjanjian tersebut dicabut. Tidak boleh adanya toleransi, sekalipun sudah ada perjanjian sejak 1980 an. Tidak ada jaminan, terjaganya kelestarian alam bila tongkang boleh tambat di sekitar Pulau Kembang.
    BY :  AMANDA  YULIANA - F1A 012 054
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar