BAB I
PENDAHULUAN
Pulau Kembang atau sering juga disebut juga Pulau Monyet ini menjadi salah
satu objek wisata pilihan para wisatawan yang bertandang ke Banjarmasin.
Seperti namanya, di Pulau Kembang ini berkeliaran ribuan monyet – monyet liar
yang bergelayutan riang di rimbunnya pohon bakau.
Pulau Kembang yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Barito Kuala ini memang
dijadikan Balai Konservasi oleh Dinas Kehutanan setempat. Sehingga monyet –
monyet serta pepohonan di pulau ini dipelihara dan dilindungi oleh Dinas
Kehutanan.
Akan tetapi, Pulau Kembang punya serentetan masalah akan penambatan kapal
tongkang milik batubara, jika soal tambat kapal tersebut berlangsung maka,
ekosistem disekitar Pulau Kembang akan terganggu.
Padahal kawasan itu merupakan lokasi yang tidak boleh digunakan labuh
jangkar. Kapal batubara sempat terhenti karena adanya larangan dan patroli pada
sekitar kawasan pulau dan pelanggaran tongkang parkir. Namun, setelah kondisi ‘
tenang ‘ sejak akhir 2013 aksi tambat tongkang di Pulau Kembang kembali marak.
Peraturan daerah yang mengatur soal tambat tongkang di kawasan Pulau
Kembang memang belum ada atau belum keluar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keberadaan
tongkang batubara yang tambat di kawasan pulau kambang, memang harus
‘dibersihkan’. Mengenai adanya penjanjian dengan BKSDA kalsel, ya seharusnya
perjanjian itu dicabut. tidak boleh ada toleransi, sekalipun sudah
ada perjanjian sejak 1980. tidak ada jaminan, terjaganya kelestarian
alam bila tongkang boleh tambat di sekitar pulau kambang. Posisi pulau itu
sangat strategis sebagai penyeimbang ekosistem sungai barito. Ancaman
musibah seperti banjir akibat luapan sungai bisa saja ‘menyerbu’ Banjarmasin
atau batola, jika ekosistem sungai barito tidak lestari. pulau kambang
itu hutan di delta sungai barito. jadi kawasan ini jangan sampai dirusak atau
beralih fungsi.
Berdasar pantauan yang dilakukan
BPost, akhir pekan kemarin, dari Desa Tinggiran Luar, terdapat tiga tongkang yang
tambat. Pemandangan serupa terlihat dari Desa Alalak. Bahkan jumlah tongkang
yang terlihat tambat, lebih dari tiga unit.
Tahun lalu, BPost pernah juga
mewartakan banyaknya tongkang yang tambat di pulau tersebut. Saat itu,
masyarakat, akademisi dan aktivis lingkungan langsung bereaksi keras. Namun,
beberapa instansi terkait berusaha ‘lepas tangan’ meski akhirnya muncul imbauan
pelarangan tongkang parkir di dekat pulau. Sejak itu pula penambatan terhenti. Namun, setelah kondisi
‘tenang’, sejak akhir 2013 aksi tambat tongkang di Pulau Kambang kembali marak.
BAB III
TOPIK MATERI
a. Rencana Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (
Dishubkominko ) Kalsel melakukan operasi penertiban terhadap tongkang yang
tambat di sekitar areal pulau kembang, Batola, Kalsel.
b.
Belum
ada Peraturan Daerah ( Perda ) yang mengatur soal tambatnya tongkang di kawasan
Pulau Kembang.
c.
Kapal
– kapal tongkang batubara tetap ‘ parkir
‘ di sekitar pulau kembang meskipun adanya patroli atau laranga, karena
adanya koordinasi mengenai pembayaran ‘
parkir ‘ tongkang yang dikelola oleh penduduk sekitar Pulau Kembang.
d.
Perjanjian
BKSDA Kalsel dengan sejumlah pemilik kapal tongkang batubara yang di
perbolehkan tambat di Pulau Kembang meskipun itu akan menggangu ekosistem
kelestarian alam.
e.
Wakil
Bupati Barito Kuala ( Batola ) mengusir tongkang batubara di Pulau Kembang agar
kawasan tersebut steril dari tambatan.
BAB IV
DATA TOPIK MATERI
a. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi mengaku harus
berfikir dua kali untuk menertibkan tongkang-tongkang tersebut. Sebaliknya,
memilih instansi terkait, seperti Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan ( KSOP )
Trisakti Banjarmasin, Ditpolair Polda Kalsel, Pelindo III Banjarmasin, Lanal
Banjarmasin, serta BKSDA Kalsel. Rapat akan digelar di kantor Dishubkominfo
Kalsel, Banjarmasin. Pada hari Selasa,
11 Februari 2014. Kerena, semua rencana
itu harus di koordinasikan dulu untuk merencanakan operasi patroli.
b. Selama ini Pemerintahan Kabupaten Barito Kuala sama
sekali tidak memperoleh pemasukan meski kapal – kapal tongkang batubara bertambat
dikawasan Pulau Kembang. Padahal, wilayah tersebut termasuk dalam teritorial
Barito Kuala. Mengapa bisa begitu ?? karena, memang belum ada Peraturan Daerah
( Perda ) yang mengatur soal tambat tongkang di kawasan Pulau Kembang, hanya
saja peraturan adanya pada sepanjang sungai Barito tapi tidak di Pulau Kembang.
c. Setelah “ menghilang “ tongkang – tongkang pengangkut
batubara kembali tambat disekeliling Pulau Kembang, Barito Kuala ( Batola ).
Padahal kawasan itu merupakan lokasi yang tidak boleh digunakan untuk labuh
jangkar. Menurut sejumlah warga, lokasi tambat memang berada dikawasan beberapa
desa. Bahkan, antar pengelola di masing – masing desa sudah saling
berkoordinasi mengenai pembagian wilayah ‘ parkir ‘ tongkang, pengelolanya
terbagi ke dalam kelompok. Tongkang yang ditambatkan di pulau kembang dikenakan
biaya sekitar Rp.200.000,- ribu sehari. Tetapi dilaporkan pada perusahaannya
sebesar Rp.300.000,- ribu. Untuk satu tongkang di jaga oleh 3 orang, mereka
juga terus memantau agar tali pengikat tongkang tidak putus. Aparat desa juga
khawatir jika tali kapal tersebut putus lalu menghantam perumahan warga di Desa
Alalak. Pemerintah Daerah juga tidak bisa melarang karena, warga desa mendapat
penghasilan dari penjagaan tongkang. Hanya saja sisi negatifnya adalah
terjadinya musibah yang tidak ada yang bertanggung jawab. Lalu lintas perairan
juga terganggu dengan aksesnya keluar masuk tongkang yang tambat, akhirnya
menjadi tak lancar. Padahal menurut Kadishubkominfo Kalsel Pulau Kembang adalah
zona bebas tambat karena bisa menggaggu arus pelayaran. Tongkang yang tambat
tersebut ternyata mendapat restu dari BKSDA ( Balai Konservasi Sumber Daya Alam
) Kalsel. Memang sejak tahun 1980-an sudah ada perjanjian dengan lembaganya,
bahwa tongkang boleh tambat di sekitar Pulau Kembang asalkan menjaga
kelestarian alamnya. Ternyata para orang – orang batubara memanfaatkan sekitar
kawasan itu dan dengan BKSDA sudah melakukan perjanjian. Tetapi Dishubkominfo
tidak mengizinkan tambat tersebut dan BKSDA bersifat hanya memberikan izin dan
yang berwenang adalah Dishubkominfo.
d.
Keberadaan
tongkang batubara yang tambat di kawasan Pulau Kembang, memang harus ‘
dibersihkan ‘. Mengenai adanya perjanjian dengan BKSDA Kalsel, ya seharusnya
perjanjian tersebut dicabut. Tidak boleh adanya toleransi, sekalipun sudah ada
perjanjian sejak 1980 an. Tidak ada jaminan, terjaganya kelestarian alam bila
tongkang boleh tambat di sekitar Pulau Kembang.
BY : AMANDA YULIANA - F1A 012 054
Tidak ada komentar:
Posting Komentar